Jumat, Desember 05, 2008

Lik Mo dan Bulan "Besar"

Jum'at sore itu...
Selepas menjembut Alam, anakku, dari sekolahnya di SDI Sabilillah. Kuajak ia bermain bola di depan rumahku. Itu karena akhir-akhir ini si Alam lagi sedang bersemangat untuk bermain bola, setelah kebelikan kustom kiper lengkap dengan sarung tangan-nya.
"Aku yang jadi kiper Yah!" katanya sambil mengambil 2 buah batu sebagai "tiang" gawangnya.
"Aku jadi Peter Cech!!" teriaknya lagi.
Sebuah ritual sederhana yang sering kulakan dengan anakku sebagai bentuk mutual partnership antara seorang ayah dan anak laki-lakinya.
"Ayo Yah semangat biar gak tambah gendhut!! " teriaknya berulang kali.
Ketika kami berdua sedang bermain tendang-tangkap, kudengar suara motor yang begitu aku kenal. Suara cempreng khas motor 2 tak yang sudah expired. Motor Yamaha L-2 Super warna merah. Motor kebanggaan Lik Mo tetangga kampung asalku. Kuhentikan aktivitas tendang-sepak kami.
"Asalamu'alaikum!"
"Waalaikum salam" sahutku. "Kok njanur gunung Lik?"
"Ya... berarti ada sesuatu yang penting to".
"Ayo Lik, pinarak!".
Sekilas kulihat wajah Alam mbesengut karena acara tendang-tangkapnya dihentikan secara paksa oleh kehadiran Lik Mo.

"Lam!" Lik Mo memanggil Alam, "ini oleh-oleh dari budhemu!".
Kulihat wajah Alam kembali terang binar. Rantang 2 susun dibukanya, 1 susun sayur lodheh kikil kesukaannya dan satunya lagi tampak tempe goreng dan dadar jagung.
"Waduh Lik... kok repot ae!" kataku sebagai basi-basi yang teramat klise.

"Ada angin apa kok kadingaren Lik Mo mak ujug-ujug datang kesini?" tanyaku membuka percakapan.
"Gini lho Cak Su, inikan bulan "besar" ..."
"Iya Lik aku tahu, bulan "besar" bulannya orang untuk berkorban, ya to?! aku menyela. Kebiasaan dosen yang sering tidak sabaran.
"Itu salah satunya, tapi... salah salah yang lain masih ada Cak!"
"Salah apa Lik"
"Bulan besar itu bagi wong dheso koyo aku iki berarti juga bulan dengan pengeluaran besar!"
"Maksute piye?"
"Waduh sampeyan iki, pancen wong ndeso kabothan sragam!!" sahut Lik Mo.
Aku diam saja, menunggu Lik Mo menyalakan rokok kretek ALAMI miliknya.
"Bulan ini bulan yang berat Cak!"
"Berat apane Lik, yo podho ae tah!"
"Cak Su, saiki nang ndeso akeh wong kajatan, yo mantu.. yo nyunat.. mumet!"
"Kok sampeyan sing mumet to Lik?!"
"Waduh.. lha iki, ono dosen kok ora peka babar blas!!!".
Sengaja aku diam.

"Bayangkan saja, bulan ini aku menerima undangan manten, sunatan 12 wong!!"
"Apik iku Lik... berarti sing nganggep sampeyan dhulur akeh!"
"Alhamdulillah... aku yo syukur, jik akeh wong sing ngajeni lan ngundang aku masio mung wong cilik".
"Lha... terus masalahe opo?"
"Duwik Cak Su... Duwik... Uang!!!, Bayangkan, upahku jadi buruh harian 20.000 sedino, tidak ada penghasilan lain, bulikmu yo ora kerjo, terus mau buwuh pakai apa?".
"Yo... pakai uang Lik, mosok amplop kosongan!"
"Mangkane aku kesini itu dengan maksud mau pinjam uang, gitu lho Pak Dosen Bagyo?!"
"Welah dalhah... ngono to!"

Kulihat Alam lagi menikmati oleh-olehnya Lik Mo dengan trampil dan cekatan.
"Bayangkan Cak Su, upahku dua puluh ribu sehari, untuk belanja dan sangunya arek-arek hanya sisa 3.500, lha belum untuk beli rokok!"
"Lha yo gak usah ngrokok Lik!"
"Penak sing omong!!"
"Terus Lik Mo mau pinjam uang berapa?" tanyaku.
"250 ribu ae!"
"Kok pakai ae!"
"Soalnya kanggo Cak Su, yang dosen dan akademisi uang 250 ribu itu sifatnya "hanya"... kecil".
"Dapurmu Lik!"
Akhirnya keluar juga uang 250 ribu yang rencananya aku gunakan untuk membayar SPP sekolahnya Alam.
"Suwun... ojo arep-arep cepet disaur yo..." ucap Lik Mo sambil melangkah pulang....

Epilog
Memang saat ini terjadi kondisi paradoksal yang teramat tajam di masyarakat kita. Orang-orang yang hidup di pedesaan dan tidak memiliki kemampuan ekonomi cukup seringkali mengalami kesulitan dalam memenuhi aktualisasi dirinya dalam hal menghadiri undangan-undangan semacam itu. Kesulitan yang lahir karena alasan ekonomis.
Tetapi dalam masyarakat perkotaan yang kebetulan juga memiliki kemampuan ekonomi untuk aktualisasi diri seringkali tidak mempunyai kesempatan atau waktu yang cukup untuk "sekedar" menghadiri undangan-undangan semacam itu. Kesulitan yang lahir karena alasan sempitnya waktu.
Akhirnya, secara prinsip semua orang yang mengundang hanyalah sekedar meminta do'a dan restu dan sedikit waktu untuk ikut berbagi kebahagiaan. Tidak lebih....

Selamat kepada Mas Rahmat Hidayat dan Mbak Zilla yang telah melangsungkan pernikahan beberapa hari yang lalu, dan selamat pula kepada Mbak Betty yang juga melangsungkan pernikahan hari ini. Tiada kata kecuali selamat dan do'a agar semua menjadi bagian dari niatan ibadah, dibarokahi ALLAH dan menjadi keluarga yang mawaddah warahmah....
Selamat membuka lembaran hidup dalam frame yang baru kolegaku.... sahabatku.... saudaraku....

Tidak ada komentar: