Kamis, Februari 28, 2008

le.. ngomongo ibumu


le.. ngomongo ibumu


Anak kami, yang kami beri nama St. Ahmad Abdi Raja Semesta Alam dan semua yang tinggal di rumah kami, telah empat bulan ini "puasa" untuk menyaksikan televisi. Bukan puasa pada siang hari saja tetapi puasa total. TV sudah di-kandangkan. Hal ini karena banyak pertimbangan.


Dalam kenyataannya, televisi telah memonopoli perhatian anak kami. Sepulang sekolah perhatian 'beliau' tercurah kepada si televisi. Televisi jadi teman yang akrab baginya. Tentunya dalam batasan tertentu hal itu bukanlah suatu masalah yang signifikan. Tetapi untuk dijadikan menjadi seorang teman akrab dan apalagi sahabat oleh anak saya, televisi bukanlah sosok yang ideal menjadi sahabat anak kami yang baik dan mencerahkan.


Acara televisi, dipenuhi acara yang secara substansial tidak membawa pesan bagus bagi pertumbuhan anak (secara sosial, psikologis dan apalagi moral). Ada juga acara yang secara substansi pesan yang disampaikan bagus tetapi cara penyampaian (proses) tidak dilakukan secara wajar. Wajar bisa diartikan dengan batasan rasional tetapi tidak pula meminggirkan imajinasi anak.


Hampir semua televisi menayangkan film, sinetron, info-tainment dan lain sebagainya, yang semakin hari semakin tidak layak untuk dikonsumsi. Jika dengan dalih kesehatan jasmani, kita saklek-tegas terhadap kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak kita agar terhindar dari bakteri dan semacam-nya, tetapi sekarang mestinya kita juga harus tegas terhadap "bakteri sosial" dan "kuman moral" yang kemungkinan akan dikomsumsi oleh anak kita melalui televisi.


Pada awalnya memang sulit, karena televisi telah menjadi anggota inti keluarga kami. Saya tidak ketemu dengan Emak (ibu kandung saya) saya yang tinggal di dusun seminggu bahkan sebulan juga tidak apa-apa (gak gupoh), tetapi kalau televisi tidak ada, waduh.... puyengnya mak nyeng!. Jadi pada awalnya memang membutuhkan usaha keras pula.


Tapi sekarang, 4 bulan berjalan, televisi bukan barang berharga bagi keluarga kami. Televisi sudah kami gantikan dengan media baca. Entah itu apa saja. Ada majalah (mentari dan momby bagi Alam), koran (untuk bapak dan ibuknya, kecuali kompas minggu yang karena ada kompas anaknya bisa juga dikonsumsi oleh Alam), buku (komik avatar untuk Alam dan bapaknya yang juga suka, kumpulan cerpen dan novel bagi bapak dan ibu Alam dan ada sedikit lagi lainnya).


Kami sepakat, tidak ada televisi di rumah kami. Televisi telah berganti menjadi susu bagi anak kami, yang semakin hari semakin mahal. "le.. ngomongo ibumu televisinya sudah bapak jual".






Tidak ada komentar: