Rabu, Februari 27, 2008

kedamaian yang lahir sesaat



kedamaian yang lahir sesaat

Akhir-akhir ini, kita disuguhi oleh krisis listrik yang melanda negeri ‘gemah ripah loh jinawi’ ini. Di beberapa kawasan di daerah Jawa dan Bali mengalami pemadaman bergilir karena pasokan listrik yang turun. Menurunnya pasokan listrik ini, menurut keterangan PLN, diakibatkan oleh adanya cuaca yang tidak kondusif bagi kapal yang membawa pasokan bbm dan batubara untuk pembangkit listrik PLN.
Tentunya yang menjadi pertanyaan adalah ‘layakkah cuaca menjadi terdakwa dalam masalah ini?’. Jawabnya bisa ya dan mungkin bisa tidak.

Ya dan tidak, mungkin cuaca menjadi pangkal masalah terkendalanya pasokan bbm dan batu bara bagi pembangkit PLN. Tetapi apakah faktor cuaca ini tidak bisa diperkirakan atau mungkin belum pernah terjadi sebelumnya sehingga kejadiannya bersifat memaksa (overmacht)?. Apakah tidak ada informasi dari BMG yang bisa dipakai oleh PLN untuk membuat perencanaan pasokan? Ataukah karena faktor lain?

Apakah faktor lain itu? PLN memang tidak siap menjadi penyedia listrik bagi kebutuhan Indonesia. PLN sudah dalam taraf kelelahan dan tidak sanggup lagi memberikan pelayanan. PLN sudah K.O. Bukan hanya karena cuaca, tetapi karena pembangkit yang dimiliki PLN sudah tua dan belum ada upaya signifikan untuk berinvestasi pembangkit listrik baru saat ini. Ibarat manusia, PLN seperti seorang lelaki 70 tahun yang memiliki istri yang masih 25 tahun, kewalahan. Terlebih dopping-nya (bbm dan batubara) kurang.

Tetapi…………..
Ketika PLN memutuskan aliran listrik di suatu kawasan, di situlah lahir kedamaian.
Jika kita rasakan saat listrik tidak ada, suasana di dalam rumah dan di luar rumah jadi gelap dan hening. Tidak ada lampu listrik yang menyala (saat itu digantikan dengan nyala lilin) dan televisi-pun tidak bisa bersuara sama sekali. Suara-suara binatang malamlah yang saat itu terdengar nyaring. Damai rasanya.

Suasana itu seperti melempar kesuatu waktu di saat kecil dulu, damai. Hanya nyanyian ‘kalong-kalong ndang muliho, omahmu silak kobong’ yang kuteriakkan menjelang malam. Dan saat itu, anak kecil masih belum sibuk memelototi televisi dan main play station seperti sekarang. Jadi, terima kasih juga untuk PLN (tapi jangan dikau matikan listriknya jika lagi banyak pekerjaan atau arsenal mau bertanding).

Tidak ada komentar: