[makalah yang akan disajikan dalam Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa di Universitas Negeri Malang tanggal 16 Maret 2008]
Pergulatan Antara Sinis dan Skeptis
: Sebuah Bahan Untuk Melahirkan Ide
Saat ini(jika mau peduli), kita dapat menyaksikan, mendengarkan dan membaca tentang kejadian, peristiwa, keadaan, kebijakan yang ada di negara kita bahkan negara lain. Dengan kegiatan menyaksikan, mendengarkan dan membaca tersebut, kita akan berada pada pintu pemaknaan atas kejadian, peristiwa, keadaan serta kebijakan tadi.
Dan jika kita memasuki pintu itu maka kita akan berada dalam suasana kerelaan akal pikir dan rasa untuk memahami, yang oleh Sutanto (2008) disebut dengan istilah knowing mind. Hal ini bisa terjadi jika kita bersedia untuk peduli…
Tidak semua orang bersedia dan rela untuk menjadi invidu yang peduli. Apalagi dengan keadaan, peristiwa, kejadian ataupun kebijakan yang tidak memiliki makna apa-apa terhadap-nya. Rela untuk peduli hanya terjadi terhadap “sesuatu” yang secara langsung bersinggungan dengan-nya, jika tidak ber-titik singgung maka EGP (emang gue pikirin).
Sebagai manusia, kita sering dihadapkan pada pergulatan antara sinis dan skeptis ketika mendapati sebuah fenomena. Kita menjadi sinis dengan menolak apapun kata orang dan merasa bahwa kebenaran sudah ada ditangan serta kita tidak peduli lagi dengan kemungkinan adanya “kebenaran” lain yang lebih benar.
Tetapi suatu ketika, kita sering pula merasa skeptis dengan merasa ragu dan berusaha mencari-cari jawaban untuk menghilangkan keraguan itu.
Sikap sinis dan skeptis akan memiliki implikasi yang berbeda terhadap cara pikir, cara sikap dan cara tindak kita terhadap sesuatu. Sinis akan melahirkan “kesempitan” dalam berpikir, bersikap dan bertindak tetapi sebaliknya skeptis akan melahirkan “keluasan” dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Tergantung kita, mau sinis atau skeptis.
Asumsi: Kita Sepakat Untuk Peduli dan Skeptis
Dengan asumsi kita telah sepakat untuk bersedia peduli dan skeptis, marilah kita susun puzle-puzle masalah ekonomi, sosial, politik, budaya, hukum dan lain sebagainya.
(1) Dalam pengukuhan Doktor Kehormatan dari UGM, sastrawan WS. Rendra menyampaikan bahwa saat ini kita berpijak dan berdiam dalam negara yang berada dalam jaman kalatida yaitu suatu jaman dimana akal sehat selalu dilecehkan. Kita-pun hidup dalam jaman kalabendu yaitu suatu jaman yang ditandai dengan rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran dijungkirbalikkan. Benarkah? Tidak akankah kita menemui jaman kalasuba (jaman makmur)?
(2) Birokrasi kita pernah digambarkan oleh Tan Malaka (dalam buku-nya Merdeka 100%) sebagai seekor ular berbisa yang tersembunyi dan dapat menggigit dari persembunyiannya. Birokrasi kita adalah birokrasi yang tidak (belum) sehat. Birokrasi masih menjadi sumber hambatan dan batu sandungan bagi kemajuan negara kita. Birokrasi kita masih bermental Do ut Des yaitu saya beri supaya engkau beri. Birokrasi kita dalam hampir semua level bermental korup!. Jika bisa dipersulit mengapa dipermudah masih menjadi jargon hidup bagi birokrasi kita. Benarkah pendapat seperti ini?
(3) Pejabat legislatif, yudikatif dan eksekutif kita masih belum memahami dan konsekwen dengan Noblesse Oblige (setiap jabatan membawa tanggung jawab). Kasus Rasuah (bahasa Malaysia-nya korupsi) hampir tiap hari menghiasi media massa yang kita baca sehari-hari. Sudah teramat banyak pejabat legislatif, yudikatif dan eksekutif kita yang harus mendekam di penjara karena korupsi. Yang masih segar dalam memori kita, bagaimana jaksa (yang katanya jaksa pilihan) harus ditahan KPK karena diduga menerima suap. Gejala apakah ini? Apa yang salah sehingga kondisi seperti ini tidak terhenti dan malah tidak terkendali?
(4) Ada produk hukum yang membolehkan pemodal menguasai kawasan pesisir (bibir pantai sampai dengan 12 mil) dengan istilah HP3 yaitu Hak Pengusahaan Pesisir Pantai yag diatur dalam UU No. 2 Tahun 2007. Dimanakah letak sisi positif aturan ini? Bagaimana nasib nelayan jika wilayah pesisir pantai menjadi wilayah monopoli kaum pemodal/kapitalis? Haruskah nelayan harus menjadi lebih miskin dan menderita lagi? Kaum pemodal/kapitalis akan mendapatkan banyak keuntungan dengan memiskinkan nelayan yang sudah miskin. Benarkah?
(5) Ada lagi produk hukum yang kontroversial. Melalui Keppres No. 2 Tahun 2008, pemerintah membolehkan pemodal/kapitalis untuk menyewa kawasan hutan lindung untuk kegiatan eksplorasi seharga Rp. 300/meter persegi/tahun. Kebijakan yang ambivalen dengan komitmen pemerintah terhadap global warning. Layak-kah kebijakan penyewaan hutan seperti itu? Sudah menthok-kah usaha pemerintah untuk menolong APBN-nya sehingga harus merelakan hutan-nya dirusak dengan harga yang sangat murah?
(6) Kita dikagetkan dan dibuat tercenung ketika membaca ada seorang perempuan yang lagi hamil meninggal bersama anak balita-nya karena KELAPARAN. Kasus ini bukan di Ethiopia, tetapi di Makasar Indonesia. Sebuah fenomena yang menggenaskan. Jika kita baca lagi kisah lanjutan-nya, konon orang itu tidak mendapatkan jatah Raskin (beras miskin) karena tidak memiliki KTP, jika benar karena KTP maka ini adalah “operasi yustisi kemanusian” yang menyedihkan. Ini fenomena apa? Kemiskinan alamiah, kemiskinan sosial atau kemiskinan struktural-kah?
(7) Akhir-akhir ini banyak orang melolong karena naik-nya harga-harga barang kebutuhan pokok. Harga beras naik, minyak goreng naik, tempe tahu naik (karena harga kedelai lebih dulu naik), tepung naik dan banyak lagi lain-nya. Untuk mengatasi kenaikan ini pemerintah kita telah melakukan beberapa kebijakan, operasi pasar murah (OPM) untuk beras, subsidi minyak goreng Rp. 2500/liter/bulan, impor kedelai dengan pembebasan bea masuk, impor tepung dan lain-lain. Efektifkan kebijakan pemerintah ini? Bagaimana dampak atas trend kenaikan barang kebutuhan pokok ini pada masyarakat?
(8) Tempo hari ada pemadaman bergilir listrik yang diakibatkan oleh berkurang-nya pasokan listrik PLN. Alasan resmi PLN adalah karena cuaca sehingga kapal pengangkut BBM dan batubara bagi pembangkit PLN tidak bisa merapat ke pelabuhan. Rasional-kah alasan PLN? Minyak bumi dan batubara yang terus menerus harganya menaik, tetapi PLN tidak boleh menaikkan tarif-nya, logis-kah? Apakah ada faktor lain (selain alasan resmi) yang mengakibatkan adanya pemadaman bergilir?
(9) Selasa kemarin, TMP Suropati Malang menerima satu pahlawan lagi yang gugur karena kecelakaan helikopter saat latihan TNI AU. Ini bukan kejadian yang pertama. Telah banyak kejadian seperti ini dan sudah tidak terhitung lagi pahlawan-pahlawan yang harus meninggal karena alutsista kita yang sudah out of date. Bagaimana sih sebenarnya kebijakan pemerintah kita mengenai alutsista? Bagaimana seharusnya kebijakan tentang alutsista itu dibuat?
(10) Minggu kemarin, melalui voting di DPR UU Pemilu yang baru telah lahir. Kelahiran yang langsung disambut oleh DPD dengan rencana melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. UU Pemilu yang masih menyisakan ketidakpuasan dan melahirkan banyak prasangka. Apakah kelebihan UU Pemilu yang baru ini dengan UU Pemilu yang lama? Apakah UU Pemilu yang baru bisa mendorong dan mewujudkan kehidupan demokrasi yang lebih baik?
(11) Sungguh mengesalkan apa yang telah diperbuat oleh Malaysia terhadap negara kita dan warga negara-nya. Mengenai masalah klaim atas lagu, klaim atas batik, klaim atas wilayah teritorial, masalah TKI yang di”binatang-kan” dan masalah orang Indonesia yang direkrut dan dilatih menjadi Askar Wathaniah atau tentara-nya Malaysia. Bagaimanakah masalah ini sebenarnya? Mengapa kondisi ini bisa terjadi?
(12) Masalah kontroversi 41 PTN yang keluar dari Perhimpunan SPMB dan berniat menyelenggarakan selekssi sendiri melalui penyelenggaran UMPTN. Dengan alasan bahwa sistem pengeloaan keuangan di Perhimpunan SPMB tidak transparan dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum mengenai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Kontroversi ini jika tidak segera mendapatkan solusi akan menimbulkan implikasi yang panjang. Bagaimana seharusnya solusi yang baik? Apa implikasinya?
(13) Amanah UUD mengenai anggaran pendidikan minimal 20% APBN berkali-kali mengalami reduksi. Dari keputusan MK yang pertama sampai dengan putusan MK yang mengatakan bahwa anggaran pendidikan 20% termasuk gaji. Dilain sisi, kita seringkali menyaksikan banyak sekolah yang roboh, tidak layak pakai dan sebagainya. Bagaimanakah sebenar-nya politik anggaran pendidikan? Apakah implikasi dan solusinya?
(14) Penelitian IPB yang menyimpulkan bahwa terdapat bakteri E Sakazaki dalam susu formula bayi menciptakan kontroversi dan kekhawatiran di masyarakat. Hasil penelitian yang terlanjur beredar ke publik dan terlanjur pula direspon negatif oleh Departemen Kesehatan dan BPOM sehingga menimbulkan kekhawatiran yang semakin besar di masyarakat. Sebagai konsumen memang masyarakat kita selalu mendapatkan posisi tawar yang rendah dan sulit mendapatkan akses informasi yang bertanggung jawab. Keadaan seperti ini merupakan kejadian yang tidak kondusif. Bagaimana solusi-nya?
(15) Menteri Kesehatan Indonesia menulis buku yang mengungkap adanya konspirasi untuk memanfaatkan sample virus flu burung Indonesia untuk kepentingan bisnis (dan mungkin juga politik) AS. Pengungkapan yang mendapat sambutan luar biasa, dan layak Menteri Kesehatan mendapat sanjungan sebagai pemberani. Tapi apakah pengungkapan ini menjadi episode akhir? Tentulah tidak, harus ada langkah lanjutan yang harus ditempuh. Apakah itu?
(16) Semakin kita sepakat untuk peduli dan skeptis maka kita akan banyak mendapatkan bahan untuk menuai ide, seperti: trend homecsholing, kemiskinan dan upaya penanggulanggan-nya, pengelolaan sampah dan lingkungan, televisi yang menjadi pemasok kharakter negatif anak dan remaja, pemilihan kepala daerah, nilai dan budaya jawa yang semakin hari semakin ditinggalkan, luntur-nya kesetiakawanan sosial dalam masyarakat dan lain-lain.
Asumsi: Kita Sepakat Untuk Berusaha Berpikir dan Menulis
Mike Huckabee, calon presiden AS dari Partai Republik mengatakan bahwa perjuangan dalam konvensi Partai Republik adalah karena dia berusaha dan berjuang dengan faith (iman) dan bukan dengan math (matematika). Jika sepakat untuk berpikir dan menulis, maka marilah usaha ini kita sepakati pula sebagai ibadah sesuai dengan keimanan kita dan tidak serta merta berkalkulasi untung-rugi.
Kita tidaklah bijak jika hanya menjadi Animal Labarons yang hanya berorientasi pada kebutuhan badani tetapi kita juga perlu memenuhi kebutuhan non-badani kita. Dan menulis adalah salah satu asupan kebutuhan non-badani yang terbaik.
Selamat Menulis dan Selamat Untuk Mau Peduli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar