[bakul adalah istilah kami untuk menyebut bahan kuliah, terdapat beberapa macam 'bakulan' , ada "jahe" untuk aspek hukum dalam ekonomi-hukum bisnis, "paku" untuk pasar keuangan dan "nasi" untuk manajemen keuangan internasional]
Badan Usaha dan Kaidah Hukumnya
Badan usaha merupakan suatu institusi bisnis yang sengaja dibentuk atau sengaja diciptakan oleh seorang atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu. Sebagai suatu institusi bisnis, badan usaha memiliki beberapa bentuk, yang berbeda prosedur hukum dalam pembentukannya, sistem bekerjanya serta akibat hukum yang dilahirkannya.
Sehingga sebelum membentuk suatu badan usaha tertentu, calon pelaku bisnis perlu memahami terlebih dahulu bentuk-bentuk badan usaha dan kaidah hukumnya, agar tidak salah dalam mengambil keputusan dalam bentuk badan usaha yang akan dijadikan kendaraan dalam melakukan kegiatan bisnisnya.
Secara garis besar badan usaha dibedakan atas 2 kelompok besar, yaitu : (1) badan usaha tidak berbadan hukum. Yaitu badan usaha yang memiliki kekayaan tidak terpisah dari kekayaan pesero dan pengurusnya, (2) badan usaha berbadan hukum. Yaitu badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan pesero dan pengurusnya. Kedua bentuk badan usaha ini memiliki perbedaan dalam hal: prosedur pendirian dan tanggung jawab atas risiko.
Perseroan (Maatschap)
Ialah suatu persetujuan dimana 2 orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya (pasal 1618 KUHPerdata)
Dari pengertian diatas, maka unsur dari perseroan dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) merupakan suatu persetujuan. Artinya, adanya suatu perseroan haruslah diawali dengan suatu persetujuan yang dapat dilakukan dengan perjanjian diantara para pihak yang membentuk perseroan. Sedangkan bagaimana suatu perjanjian itu harus dibuat (lisan, tertulis, dengan akta dibawah tangan atau akta otentik) tidaklah diatur dalam undang-undang. Hal ini berarti bahwa undang-undang memberikan kebebasan bagi para pihak untuk membuat perjanjiannya sendiri asalkan memenuhi pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sah perjanjian dan sesuai dengan azas konsensus dalam perjanjian maka dengan terjadinya kesepakatan dari para pihak ini merupakan awal dari lahirnya dari suatu perseroan.
(2) Antara 2 pihak atau lebih. Hal ini merupakan kelanjutan logika hukum dari unsur yang pertama. Artinya,karena diisyaratkan harus ada suatu perseujuan, maka suatu perseroan haruslah didirikan oleh 2 orang atau lebih. Sehingga suatu perseroan tidaklah mungkin didirikan oleh seorang saja.
(3) Mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu. Artinya para pendiri perseroan sepakat untuk memasukkan modal yang dapat berupa uang, barang atau keahlian. Hal ini diatur dalam pasal 1619 KUHPerdata bahwa setiap pendiri diwajibkan memasukkan uang atau barang maupun keahlian. Barang yang maksudkan disini adalah barang dalam pengertian yang luas, termasuk didalamnya adalah barang yang beruwujud maupun barang yang tidak berwujud.
(4) Dalam persekutuan. Persekutuan merupakan sesuatu yang lahir dari suatu perjanjian yang mengatur perhubungan intern diantara orang-orang yang tergabung di dalamnya. Ciri dari persekutuan adalah: bersifat kebendaan, untuk memperoleh keuntungan, keuntungan itu dibagi kepada anggotanya dan mempunyai sifat yang baik dan dapat diijinkan.
(5) Dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya. Maksud "yang terjadi karenanya" ini adalah hasil dari suatu persekutuan yang menjalankan suatu kegiatan usaha yang berkelanjutan dan tetap yang berupa keuntungan haruslah dibagikan kepada para peseronya. Jika cara pembagian keuntungan tersebut tidak diatur dalam perjanjian (akta pendirian) maka berlakulah ketentuan pembagian keuntungan dimana pembagiannya didasarkan pada besar kecilnya modal yang telah disetor. Hal ini sesuai dengan pasal 1623 KUHPerdata bahwa bagian keuntungan masing-masing adalah seimbang dengan apa yang telah masuk dalam perseroan.
Cara Berakhirnya Perseroan
Mengenai cara berakhirnya suatu perseroan diatur dalam pasal 1646 KUHPerdata sebagai berikut: (1) dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian, (2) dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok perseroan, (3) atas kehendak dari seorang atau beberapa orang pesero dan (4) jika salah satu pesero meninggal, ditempatkan dibawah pengampuab (curatele) atau diputus pailit oleh pengadilan niaga.
Akan tetapi meskipun salah satu pesero meninggal,menurut pasal 1651 KUHPerdata, perseroan dapat juga tetap berdiri, baik dengan turut sertanya ahli waris atau tidak asalkan hal ini telah diatur terlebih dahulu dalam perjanjian.
Konsekuensi Hukum Atas Berakhirnya Perseroan
Apabila suatu perseroan berakhir, maka diadakanlah pemisahan dan pembagian harta/kekayaan bersama yang terkumpul dalam perseroan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) setiap anggota mengambil kembali harta sero sebanyak jumlah modal yang disetorkan dahulu, (2) sisa harta yang merupakan laba dibagikan menurut ketentuan pasal 1623 KUHPerdata atau menurut ketentuan yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang telah mereka adakan. (3) apabila perseroan menderita kerugian, maka kerugian itu ditanggung oleh para anggotanya menurut ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian yang telah mereka adakan jika perjanjian tersebut tidak ada maka kerugian tersebut dibagi menurut ketentuan pasal 1623 KUHPerdata.
Perseroan Firma (Vennootsschap onder Firma)
Perseroan Firma adalah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dibawah satu nama bersama, dimana anggota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya kepada pihak ketiga.
Firma merupakan suatu perserikatan perdata khusus. Kekhususan itu terletak pada adanya 3 unsur mutlak (pasal 16 KUHDagang) yaitu: (1) menjalankan suatu perusahaan. Hal ini berarti bahwa firma didirikan dengan tujuan untuk menjalankan suatu perusahaan, sehingga ia haruslah berusaha memperoleh keuntungan dalam suatu pekerjaan yang terus menerus dan tetap (beroep), (2) dengan pemakaian nama bersama. Artinya nama yang dipakai sebagai nama perseroan satu nama bersama yang bisa diambil dari nama-nama pesero atau nama lain yang disepakati bersama, (3) pertanggung-jawaban tiap pesero untuk seluruhnya mengenai perikatan dengan firma. Dalam perseroan firma tiap anggota perseroan dibebani kewajiban untuk menanggung seluruh kewajiban perseroan secara tanggung renteng (tanggung jawab bersama) samapai kekayaan pribadinya (pasal 18 KUHDagang).
Perseroan Komanditer (Commanditaire Vennootsschap)
Perseroan komanditer (menurut pasal 19 KUHDagang) adalah suatu persseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang dan lebih pesero yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya (tanggung jawab solider) kepada pihak ketiga dan satu orang atau lebih pesero hanya sebagai pelepas uang atau memasukkan modal saja dalam perseroan.
Sehingga dari pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa dalam suatu perseroan komanditer terdapat 2 pesero, yaitu: (1) pesero aktif/pesero pengurus/pesero komplementaris. Ialah pesero yang memimpin jalannya perseroan dan bertindak melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga atas nama perseroan. Pesero ini bertanggung jawab sepenuhnya sampai harta kekayaan pribadinya dan tidak terbatas hanya pada modal yang telah disetorkan dalam perseroan, seperti halnya pesero dalam perseroan firma, (2) pesero pasif/pesero pelepas uang/pesero komanditaris. Ialah pesero yang hanya memasukkan modal saja dalam perseroan dan tidak ikut memimpin suatu perseroan dan tidak memiliki wewenang untuk melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga atas nama perseroan. Pesero ini bertanggung jawab sebatas pada modal yang telah disetorkannya kepada perseroan. Tetapi hal ini terdapat perkecualiannya jika, (1) pesero pasif ini turut campur dalam perseroan dengan ikut memimpin jalannya perseroan, (2) digunakannya nama pesero pasif tersebut sebagai nama perseroan. Jika pesero pasif melakukan salah satu atau kedua hal tersebut, maka peseropasif ini dibebani tanggung jawab sampai harta pribadinya.
Cara Pendirian Firma dan CV
Dalam pasal 22 KUHDagang dinyatakan kemungkinan adanya suatu firma dan CV tanpa akta notaris, tetapi ketiadaan ini tidak boleh merugikan pihak ketiga yang melakukan hubungan hukum dengan perseroan. Sehingga dapat dikatakan bahwa akta notaris dalam pendirian firma dan CV bukanlah syarat mutlak tetapi hanyalah sebagai alat bukti jika ada sengketa dikemudian hari.
Menurut pasal 23 KUHDagang akta notaris pendirian firma dan CV tersebut haruslah didaftarkan pada panitera pengadilan negeri setempat dimana perseroan firma dan CV tersebut didirikan. Yang harus didaftarkan adalah akta pendiriannya. Pendaftaran yang dimaksud haruslah dilakukan oleh para pesero firma dan CV
Mengenai isi akta pendirian, pasal 26 KUHDagang, bahwa akta pendirian firma harus memuat sekurang-kurangnya: (1) nama, pekerjaan dan tempat tinggal masing-masing pesero, (2) bidang usaha, (3) penunjukkan secara tegas, pesero yang berhak maupun tidak berhak, menandatangai atau melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga atas nama peseroan, (4) saat mulai bekerjanya dan berakhirnya perseroan.
[selamat kuliah sahabatku mahasiswa]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar