Sabtu, Maret 08, 2008

janda jarno [cerpen]


Janda Jarno


Sebuah rumah berdiri tepat di sebelah tugu batas desa. Rumah yang terlihat lebih besar dan lebih bagus daripada rumah-rumah lain di sebelahnya. Sebuah toko kelontong berdiri di sudut kiri rumah. Toko itu menyediakan berbagai macam barang kebutuhan rumah tangga bagi penduduk kampung. Di halaman, sebuah taman dengan bunga-bunga mungil beraneka warna dan kolam kecil bagi ikan koi menambah kesejukan rumah itu.
Jarno, pemilik rumah itu. Ia tinggal bersama istrinya, Prapti dan kedua anaknya, Rona (13 tahun) dan Ari (6 tahun). Jarno seorang guru SDN di kampung itu. Ia adalah orang asli kampung itu, lahir dan besar disana. Rumah bapak dan emaknya selisih beberapa rumah dari rumah Jarno. Prapti, istrinya, berasal dari desa sebelah. Ia dulu teman SMA Jarno. Sehari-hari ia menjaga tokonya, selain melakukan tugas-tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Rona sekarang sudah SMP kelas 1 sedangkan Ari masih kelas 1 SD. Anak-anak yang lucu dan pandai di sekolah.
Dengan ditopang oleh usaha mereka mengelola toko, keadaan ekonomi mereka berkembang pesat. Bahkan Jarno, telah membeli sebidang tanah yang luas dan saat ini mereka tanami dengan tebu. Tampak kebahagiaan memancar dari wajah-wajah Jarno, Prapti dan kedua anaknya. Sebuah keluarga ideal dan impian bagi sebagian orang-orang kampung itu.


***
Seiring berkembangnya usaha mereka, Jarno dan Prapti memutuskan untuk membeli sebuah mobil. Tidak hanya karena mereka sudah lelah kulakan ke kota dengan sepeda motor, tetapi memang sepeda motor sudah tidak cukup lagi memuat barang-barang belanjaan mereka.
"Mobil warna biru aja, Yah!"
"Jangan warna merah aja!!" kata anak-anaknya dengan gembira, ketika mereka diberitahu, ayahnya akan membeli mobil.
Padahal saat itu Jarno belum bisa mengemudi mobil.
Akhirnya keputusan membeli mobil itu terlaksana. Sebuah mobil Daihatsu Espass warna biru meluncur ke rumahnya. Kebahagiaan keluarga Jarno bertambah.
Sepulang kerja, Jarno belajar mengemudi mobil, seorang tetangga mengajarinya. Seminggu kemudian, Jarno sudah mempu membawa daihatsu espassnya sendirian. Prapti tersenyum bahagia dan bangga, anak-anaknya merengek minta diajak ke kota.


***
Hari Minggu, tiga belas hari setelah kehadiran daihatsu espass itu. Mereka sekeluarga ke kota. Kulakan sekalian mengajak anaknya jalan-jalan
"Bu, kita minta tolong Jarot saja untuk nyopiri mobil kita, aku belum berani" kata Jarno. "Aku kan belum punya SIM juga Bu!".
"Ah Mas, ndak apa-apa. Nanti pelan-pelan saja!, hari Minggu juga tidak mungkin ada moment Mas!" paksa Prapti meyakinkan Jarno.
Merekapun berangkat. Bukan Jarot di belakang kemudi tapi Jarno.
Toko ditutup rapat. Di pintu toko, tampak tergantung tulisan "CLOSED".


***
Selepas Isya’ keluarga itu pulang ke desa setelah seharian kulakan dan jalan-jalan di kota. Setumpuk barang ditaruh dibelakang. Rona dan Ari tertidur di bangku tengah, kelelahan. Jarno, ditemani istri mengemudikan espass-nya menyusuri jalan. Prapti, sibuk dengan hanphone-nya.
Sebuah mobil panther menyalip kencang mobil espass biru. Jarno kaget, banting stir ke kiri. Espass berhenti tepat menghantam kayu mahoni. Rona dan Ari terpental keras, Prapti dahinya berdarah karena serpihan kaca, pingsan. Jarno, meninggal seketika!.


***
Menjelang tengah malam, sebuah mobil ambulance berhenti tepat di depan rumah itu. Tulisan "CLOSED" masih menggantung di pintu toko. Jenazah Jarno, diturunkan untuk disemayamkan di rumahnya, esok pagi ia dimakamkan.
Dalam kerudung hitam, luka dan memar dahi Prapti masih jelas kelihatan. Sekarang tampak matanya merah sembab. Dua anaknya, Rona bergelayut di samping Prapti, Ari tertidur dalam pangkuan ibunya. Sejak siuman dari pingsannya, Prati selalu menanggis dan memanggil-manggil suaminya. "Mas Jarno Mas Jarno Mas Jarno, jangan pergi Mas!!??". "Jangan tinggalkan kami Mas!". "Jangan pergi Mas Jarno!!!". Di depannya jenazah Jarno terbujur kaku.
Malam itu orang-orang kampung berkumpul di rumah Jarno, sampai subuh menjelang. Mereka masih belum percaya atas kepergian Jarno secepat itu.
"Kasihan Mas Jarno, mengapa ya orang baik kebanyakan selalu mati duluan? tanya Minto, tetangga Jarno yang saat itu duduk bergerombol dengan teman-temanya di teras toko.
"Itu namanya, Tuhan sayang Jarno To, Tuhan pingin segera bertemu dengannya!", jawab Sukar menirukan jawaban ustadz yang didengarnya di sinetron-sinetron.
"Lha iya, baru punya mobil sudah harus mati. Rona dan Ari sudah jadi yatim. Prapti menjanda. Kasihan Jarno, istri masih cantik dan menol kok ya di tinggal!" kata Supari.
"Nglantur kamu Ri!" tukas Sukar.
Sekitar jam 2 malam, Haji Sukri mengajak orang-orang kampung itu untuk membacakan do’a tahlil.
"Saudara-saudara, mari kita do’akan Mas Jarno. Semoga arwahnya diterima di sisi Tuhan" ucap Haji Sukri membuka acara. Diapun memimpin do’a.
Ditengah lantunan bacaan tahlil. Prapti masih teriak memanggil suaminya. "Mas Jarno, jangan tinggalkan Prapti, Mas!!! Jangan tinggal Prapti Mas!!" raungnya semakin hebat. Beberapa perempuan menenangkannya.


***
Esoknya, saat hari pemakaman Jarno. Tangis dan teriakan Prapti semakin menjadi jadi. Beberapa kali Prapti jatuh pingsan. Kedua anaknya, Rona dan Ari yang masih memar wajahnya selalu ada disamping ibunya.
Jenazah Jarno telah disemayamkan. Tanah kuburnya masih basah.
Hari-hari berikutnya, teman-teman Jarno masih berdatangan ke rumah duka. Prapti masih meraung-raung memanggil suaminya. "Mas Jarno, jangan tinggalkan Prapti!!".
Setiap malam sampai hari ketujuh, bacaan tahlil yang dipimpin oleh Haji Sukri masih terus disertai dengan isak tanggis dan teriak Prapti. Setiap selesai do’a tahlil, Haji Sukri selalu menyempatkan untuk memberikan nasehat kepada Prapti.
"Ikhlaskan kepergian suamimu, itu sudah kehendak Tuhan. Ikhlaskan, biar tenang jalan Jarno ke sana!?" berulang nasehat ini di ucapkan Haji Sukri di depan Prapti.


***
Tepat tujuh hari kematian Jarno. Sudah menjadi kebiasaan kampung itu melakukan kenduri kirim do’a. Demikian pula yang dilakukan untuk almarhum Jarno. Haji Sukri memimpin bacaan do’a. Jam 9 malam pembacaan do’a selesai.
Malam semakin larut, dingin dan sunyi sepi.
Selepas kenduri di tujuh hari Jarno mati.....
Prapti melumat habis bibir Haji Sukri dengan berapi-api.
Sarung dan surban Haji Sukri terkulai di lantai.
Bangsat itu memuaskan birahi.....

karang widoro, maret 2008

Tidak ada komentar: