Kamis, Januari 01, 2009

Baseline Ekonomi di Annus Horribilis 2009

Sebuah Guratan Sketsa Ekonomi di Awal Tahun

Penghujung tahun 2008 ini, masih juga diwarnai dengan rutinitas kerja dan rutinitas sebagai seorang ayah. Di kantor masih menyelesaikan tugas menguji komprehensif bagi mahasiswa tingkat akhir sampai tengah hari dan pada sore harinya masih juga “dipaksa” menunaikan kewajiban menjemput Si Alam dari sekolahnya di SDI Sabilillah. Wuihhh!!.
Sambil menunggu Si Alam keluar, saya mengobrol dengan kolega “sopir-sopir” antar jemput. Saat itu, ibunya Alam juga ikut menemani obrolon kami. Ditengah asyik mengobrol, Lik Mo menelopon. Kringgggg…….

“Cak Su, piye tahun baru-nya?”
Lho… sekarang kan belum tahun baru Lik!”
Iyo.. ngerti! Apa acara Cak Su menyambut tahun 2009?!”
“Biasa Lik, masang kalender baru!”
Welah… sampeyan iki!! Piye tahun baruan?!!”
Gak eruh aku Lik! Paling-paling ya main kartu sama Alam dan Ibu-nya Alam!”
“Lha! Kok malah main kartu?!”
Lha… kudu piye to Lik, kan terserah aku to?!
“Acara tahun baru kok main kartu! Ora kualitas iku!
“Lha! Sing kualitas iku, acara sing kepiye?!
“Yo… renungan opo piye ngono tah?!
“Lha… main kartu kan yo acara renungan to Lik!”
Renungan opo?! Renungan nggombali iku!
Kanggoku main kartu dengan Alam dan ibu-nya Alam itu renungan Lik!”
“Renungan opo?!
“Renungan betapa indahnya sebuah kebersamaan, begitu berharganya kebersamaan, betapa mahal dan sulitnya untuk sebuah kebersamaan!!”
Jan… tetep nggombali!!
????

Sebagai awal coretan ini, kembali dikutip Petuah Raja George VI saat menyambut Tahun Baru 1939, “Aku memohon kepada seorang tua yang bersiri diambang Tahun Baru, ‘Berilah aku cahaya yang memungkinkan melangkah aman menuju kegelapan!’. Orang itupun menjawab ‘Pergilah menuju kegelapan dan letakkan tanganmu pada tangan T-U-H-A-N. Hal itu akan lebih baik bagimu ketimbang cahaya dan lebih aman daripada jalan yang dikenal”. (Latif, 2008).

Ungkapan Raja George VI ini secara terang mengajak kita semua untuk selalu berpegang pada tangan Tuhan untuk menjalani kehidupan di Annus Horribilis (Tahun yang Menyeramkan) ini. Berpegang kepada tangan Tuhan dapat dipersepsikan sebagai tindakan untuk tetap berperilaku dalam batas koridor dogmatis yang berasal dari Tuhan, tentunya menurut keyakinan masing-masing individu. Ungkapan Paus saat meyambut Natal untuk T-I-D-A-K S-E-R-A-K-A-H layak mendapat tempat bagi perenungan (kontemplasi) kita diawal tahun ini. Keserakahan (greedy) memiliki kontribusi besar dalam terciptanya krisis keuangan, ekonomi, politik dan kemanusiaan saat ini.

Ritual pergantian tahun 2008 ke 2009 diwarnai beragam ekspresi. Terompet telah menjadi simbol umum sebagai penanda datangnya tahun baru. Ekspresi gegap gempita mengiringi penurunan kalander 2008 dan pemasangan kalender 2009. Sebuah kewajaran sikap!. Di Thailand, fajar 2009 diiringi dengan ratapan dan regangan nyawa dari manusia yang terpanggang di sebuah hotel tempat pesta menyambut tahun baru. Di Palestina, tahun baru disambut dengan bombardir kebiadaban Israel. Lebih dari 400 manusia meninggal karena K-E-S-E-R-A-K-A-H-A-N itu. Di negara kita, beragam ekspresi dan hiburan melengkapi gempita ini. Ber-miliar rupiah telah terdistribusi untuk menyambutnya, ber-juta liter BBM telah terhambur, ber-juta ton batubara tergerus “hanya” untuk menyediakan listrik bagi kilauan lampu menyambut tahun baru. Itulah kerja industri yang direkayasa oleh kapitalis dan dibalut dengan semangat hedonisme. Sungguh artifisial!

Tentunya penyikapan tahun baru yang lebih substansial dan proporsional banyak pula dilakukan oleh sebagian masyarakat kita. Acara yang dikemas dalam ranah kontemplatif substansial juga mewarnai penyambutan Annus Horribilis 2009 ini. Salah satunya adalah kampus kita ini. UM selalu mengisi dengan acara renungan akhir tahun yang diselenggarakan di Masjid Al Hikmah UM. Rektor mengundang seluruh civitas untuk melakukan kontemplasi akhir tahun secara bersama. Sebuah acara yang sarat makna!. Mudah-mudahan tidak terjebak dalam rutinitas dan seremoni yang artifisial semata.

Beragamnya ekspresi menyambut Annus Horribilis 2009 adalah sebuah kewajaran. Dan setiap ekspresi memiliki alasan pembenar masing-masing. Dalam guratan skesta awal tahun ini, disajikan beberapa keadaan ekonomi kita dipenghujung 2008 dan diawal 2009 ini. Dan sifat dari sebuah sketsa adalah tidak memberikan sebuah gambar yang detail tentang ekonomi secara keseluruhan, tetapi mudah-mudahan beberapa indikator utama ekonomi dapat diuraikan secara lebih proporsional.

Pasar Modal sebagai Leading Indicator Ekonomi
Pada seremoni penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia tanggal 30 Desember 2008 yang lalu, tiupan terompet tidak menghiasi acara penutupan perdagangan akhir tahun 2008 itu. Ini merupakan simbol dari kinerja pasar modal kita yang menurun karena imbas krisis keuangan global dan menyeruaknya tantangan besar yang harus dihadapi oleh pasar modal kita ditahun 2009. (Kontan, 31/12). Sebuah simbol reflektif yang bijak. Sebagai salah satu perantara (intermediary) keuangan, pasar modal memiliki peran yang signifikan dalam melancarkan sirkulasi dana untuk mengatasi masalah likuiditas yang menjadi salah satu “energi alternatif” bagi tumbuhnya ekonomi negara kita.

Kinerja pasar modal tahun 2008 dapat dilihat dari beberapa indikator. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indikator utama yang dapat digunakan untuk mengevaluasi-nya. Selama setahun, IHSG telah mengalami penurunan sebesar 50.64% (Kontan,31/12), dan pada akhir tahun IHSG bercokol pada titik 1.355. Titik ini merupakan hasil dari fluktuasi yang terjadi dari nilai tertinggi yang pernah tercapai yaitu 2.830 dan terandah 1.111. Terdapat 2 penyebab utama dari penurunan IHSG ini, yaitu krisis keuangan global telah memaksa investor asing untuk menarik dananya dari Indonesia dengan berbagai faktor pendorong. Dominasi kapitalisasi asing di pasar modal Indonesia dengan proporsi 60% ini rentan terhadap terjadinya fluktuasi IHSG. Terlebih sifat investor lokal yang bersifat pengikut (follower) atas kebijakan investasi yang ditempuh oleh investor asing. Hal ini memperparah keterpurukan IHSG.

Penyebab kedua adalah turunnya harga beberapa komoditas di pasar internasional. Penurunan harga komoditas ini juga menurunkan kapitalisasi pasar dari emiten yang bergerak dalam bisnis inti komoditas-komoditas tersebut. Penurunan kapitalisasi ini juga memberikan kontribusi signifikan bagi rontok-nya IHSG.

Selain IHSG, nilai kapitalisasi perdagangan yang terjadi juga mengalami penurunan yang signifikan, yaitu dari Rp. 1.984,92 triliun pada awal tahun, menjadi “hanya” Rp. 1.028,85 triliun pada akhir tahun (Kontan, 31/12). Sehingga selama setahun berjalan, nilai kapitalisasi telah turun sebesar Rp. 956,07 triliun.atau turun sebesar 48.2%. Penurunan kapitalisasi ini meyebabkan harga sekuritas mengalami penurunan karena adanya excess supply dan mendorong perusahaan calon emiten menunda pelaksanaan IPO (Initial Public Offering) sampai kinerja pasar modal membaik. Terdapat 11 perusahaan yang menunda IPO yang direncanakan akan dilakukan pada tahun 2008 yang lalu. (Kompas, 31/12).

Nilai IHSG yang rontok 50.64% tersebut dapat diidentifikasi lagi sebagai berikut: PT. Bumi Resources Tbk (BUMI) merupakan emiten yang paling besar kontribusinya dalam menggerus nilai IHSG (Kontan, 31/12). Pada awal tahun, produsen batubara milik Aburizal Bakrie ini, harga per lembar sahamnya mencapai Rp. 6000. Pada akhir tahun, harganya merosot menjadi Rp. 910 per lembar. Atau dalam satu tahun, harga saham BUMI telah turun sebesar 84.83%. Dan karena kapitalisasi saham BUMI sangat besar, maka penurunan harga saham BUMI ini memberikan kontribusi penurunan IHSG sebesar 128.53 poin.

Selain BUMI, terdapat PT. International Nickel Indonesia Tbk (INCO) yang juga berkontribusi besar dalam merongrong nilai IHSG. Pada awal tahun harga saha INCO per lembar adalah Rp. 9.625 tetapi pada akhir tahun, harga saham INCO merosot pada titik Rp. 1.930 per lembar atau menurun sebesar 79.95%. Berturut-turut PT. Astra International Tbk (ASII), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT. Aneka Tambang TBK (ANTM), PT. Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT. Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT. Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) merupakan Sepuluh Emiten Penggerus IHSG Selama 2008 (Kontan, 31/12).

Meskipun kesepuluh emiten tadi merupakan emiten penggerus IHSG, tetapi dalam perspektif investor, kecuali saham BNBR, kesembilan emiten tersebut bukanlah emiten yang paling merugikan investor. PT. Truba Alam Manunggal Enginering Tbk (TRUB) merupakan emiten yang paling besar merampas nilai investasi investor yaitu sebesar 96.48%. Berturut-turut PT. Polysindo Eka Perkasa Tbk (POLY) sebesar 95%, PT. Energi Mega Persada Tbk (ENRG) sebesar 94.36%, PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) sebesar 94.26%, PT. Darma Henwa Tbk (DEWA) sebesar 92.65%, PT. Bakrie & Brother Tbk (BNBR) sebesar 91.23%, PT. Sentul City Tbk (BKSL) sebesar 90%, PT. Modernland Realty Tbk (MDLN) sebesar 89.9%, PT. ATPK Resources Tbk (ATPK) sebesar 89.51% dan PT. Bakrie Sumatera Plantatition Tbk (UNSP) sebesar 88.57%. (Kontan, 31/12)

Hal yang menarik dari sajian data diatas adalah betapa dominannya Group Bakrie dalam pasar modal kita, baik sebagai kontributor sepuluh saham penggerus IHSG dan sepuluh saham “perampok” nilai investasi investor. Dari sisi sepuluh saham penggerus IHSG, Group Bakrie menempatkan 2 perusahaannya yaitu PT. Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT. Bakrie & Brothers Tbk (BNBR). Sedangkan disisi sepuluh perusahaan “perampok” nilai investasi investor, Group Bakrie menempatkan 4 perusahaannya, yaitu PT. Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT. Darma Henwa Tbk (DEWA), PT. Bakrie & Brothers (BNBR) dan PT. Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) (Kontan 31/12).

Bagaimana pasar modal di Annus Horribilis 2009 ini? Kinerjanya masih tetap dibayangi oleh imbas krisis keuangan global. Likuditas dan kapitalisasi di pasar modal masih rentan terhadap prosesi krisis keuangan tersebut. Tetapi dengan kondisi dimana masih tingginya selisih BI Rate dengan bunga acuan negara lain (The Fed, misalnya) maka masih membuka peluang yang besar bagi masuk-nya dana asing ke dalam pasar keuangan kita (salah satunya pasar modal). Hal ini akan mendorong likuditas dan kapitalisasi pasar meskipun relatif berisiko. Disamping itu stimulus yang diberikan oleh pemerintah pada sektor riil, secara tidak langsung, juga akan berdampak pada kinerja pasar modal. Dalam tataran ekonomi dimana sektor riil mengalami kondisi membaik, maka akan menciptakan ekspesktasi investor juga meningkat (positif). Dan ekspektasi itu akan dieksekusi dengan peningkatan harga penawaran jual dan beli instrumen keuangan pasar modal. Hal ini akan menimbulkan peningkatan likuiditas dan kapitalisasi pasar. Geliat krisis keuangan global dan langkah antisipasi serta reaksi atas geliat krisis yang dilakukan pemerintah dan pelaku bisnis akan selalu memberikan imbas bagi kinerja pasar modal kita. Pasar modal akan terus mengalir!

Sektor Riil, Akanlah Terjadi Decoupling?!
Kinerja sektor riil, juga masih dibayangioleh krisis keuangan global. Perlambatan ekonomi dunia merupakan tantangan sektor riil yang terdepan. Ekonomi yang melambat akan menyebabkan permintaan agregat atas barang dan jasa mengamai penurunan. Penurunan permintaan ini akan berimplikasi kepada semakin sempitnya pasar atas barang dan jasa yang diproduksi. Atas kondisi tersebut minimal ada 2 hal yang kemungkinan terjadi yaitu, penurunan kapasitas produksi disesuaikan dengan akses pasar dan kedua, penghentian produksi karena tidak kuat masuk dalam perang dagang global.

Kedua kemungkinan diatas, akan melahirkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masif, dan tataran selanjutnya adalah menurunnya daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa. Jika ini terjadi, maka siklus setan ini akan berputar terus! dan akan berimbas juga kepada sektor riil yang bergerak hanya di pasar domestik. Untuk itu langkah antisipatif pemerintah perlu dilakukan dalam bentuk pemberian stimulus dan insentif perlu dilakukan dengan lebih padu.

Stimulus fiskal yang digunakan sebagai antisipasi dampak krisis keuangan global terhadap sektor riil sebesar Rp. 32.5 tiliun diharapkan mampu membuat stabilisasi kinerja sektor riil. Dana stimulus ini meningkat dari yang direncanakan sebesar Rp. 12.5 triliun, yang disumbang oleh dana dari Sisa Anggaran Lebih (Silpa) tahun 2008. (Kontan, 31/12). Dengan tambahan dana stimulus ini diharapkan pertumbuhan ekonomi 2009 bisa mencapa angka 4.5%. Jika angka pertumbuhan ini berhasil maka akan bermakna signifikan bagi kinerja ekonomi Indonesia di Annus Horribilis ini.

Presiden SBY telah menetapkan Tujuh Prioritas Ekonomi 2009, yaitu Pertama, mencegah pengangguran akibat krisis keuangan dunia. Kedua, mengelola laju inflasi. Ketiga, menjaga pergerakan sektor riil. Keempat, mempertahankan daya beli masyarakat. Kelima, melindungi ekonomikaum miskin. Keenam, memlihara kecukupan pangan dan energi dan Ketujuh, memililhara pertumbuhan ekonomi. (www.ri.go.id). Ketujuh prioritas ekonomi ini akan didukung oleh dana stimulus fiskal tersebut diatas. Diluar dana Rp. 32.5 triliun diatas, juga disediakan Rp. 32 trilun untuk membenahan infrastuktur di Departemen Pekerjaan Umum dan Rp. 16 triliun untuk membenahan infrastruktur di Departemen Perhubungan.

Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter memperkirakan dampak krisis keuangan global terhadap sektor riil akan terjadi hingga 2 tahun mendatang. Adapaun dampak krisis terhadap sektor keuangan akan selesai dalam waktu sekitar 6 bulan mendatang. (Makmun, 2008). Sehingga stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah akan disinergikan dengan kebijakan moneter dari Bank Indonesia untuk tetap menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi dan stabilitas moneter 2009. Stabilitas suku bunga, kurs rupiah dan inflasi merupakan tugas yang harus dituntaskan oleh BI. Jika agenda ini berjalan dengan baik, maka kinerja sektor riil juga akan berjalan lancar.

Tetapi jika sektor riil akselerasi pertumbuhannya lambat, maka kemungkinan terjadi decoupling antara sektor riil dan keuangan akan terjadi kembali. Terlebih kinerja pasar keuangan akan sudah kembali pulih dalam 6 bulan yang akan datang. Untuk itu keterpaduan kebijakan sangat diperlukan dalam kondisi seperti ini. Rasa optimisme terhadap kinerja ekonomi Indonesia juga ditiupkan oleh Prof. David O’Dapice (Kontan, 31/12), seorang guru besar Harvard University. Prof. David mengatakan bahwa kinerja ekonomi Indonesia sedikit lebih baik daripada negara Asia lainnya dalam menghadapi krisis keuangan global saat ini. Hal ini disebabkan oleh, Pertama, nilai ekspor Indonesia hanyalah 35% dari PDB. Artinya pelemahan permintaan agregat akibat pelambatan ekonomi dunia tidak begitu signifikan mempengaruhi makro ekonomi Indonesia. Kedua, rasio aliran modal asing hanya 7% dari PDB. Data ini berarti bahwa penuruan aliran modal tidak akan berpengaruh banyak terhadap kinerja ekonomi Indonesia, karena kontibusinya hanya 7% dari PDB dan Ketiga, rasio kapitalisasi pasar modal lebih kecil dari 30% dari PDB. Data ini merupakan indikasi bahwa penurunan kapitalisasi perdagangan di pasar modal kita bukanlah akhir dari segala-galanya. Kita mungkin masih bisa “berpesta” suatu saat kelak!!!.

Saat mengedit draft tulisan ini, anak saya, St. Ahmad Abdi Raja Semesta Alam menyela:

“Yah… kenapa kalau mau tahun baru banyak orang berjualan trompet?!”
“Ya… karena kalau tahun baru banyak orang yang akan membeli trompet Nak!”
“Mengapa orang-orang itu membeli trompet Yah?!”
“Karena mereka butuh trompet untuk merayakan tahun baru Nak!”
“Kenapa harus dengan trompet Yah?!”
“Itu kebiasaan Nak! Ayah juga tidak tahu pasti mengapa?!”
“Kok kita tidak beli trompet Yah?!”
“Karena kita merayakan tahun baru tidak dengan trompet Nak!”
“Mengapa tidak Yah?!”
“Karena kita tidak perlu harus seperti mereka Nak!”
“Mengapa Yah?! Apakah beda kita dengan mereka yang membeli trompet?!”
“Tidak beda Nak!, hanya kita tidak ingin saja!”
“Tapi Alam ingin Yah!”
“Oo… Iya nanti kita bikin trompet untuk Alam!”
“Makasih ya Yah!”
???
(betapa ayah sering tidak sadar telah memaksa Alam untuk selalu larut dalam “gaya”, kemauan serta kehendak ayah …. Maafkan ayah… Alam!! Ayah selalu merasa pilihan ayah selalu benar dan terbaik untukmu!! Ma’afkan….)
Kucium Alam, lama….sekali …….!!!

Tidak ada komentar: