Kamis, Januari 08, 2009

Harga Saham dan Perilaku Investor

Perspektif Behavioural Finance

Bumi berputar.
Ia selalu bergerak.
Seiring bergerak dan berputarnya bumi, manusia-pun berubah. Dan memang tiada sesuatupun yang abadi kecuali P-E-R-U-B-A-H-A-N itu sendiri.

Sepeda "pancal" atau sering pula disebut dengan sepeda angin, juga mengalami beraneka perubahan, tidak hanya bervariasi-nya bentuk tetapi juga beragam-nya fungsi. Kala lampau, sepeda masih menjadi alat transportasi dominan dalam lalu lintas hidup manusia. Ia menjadi alat antar ke pasar, sekolah, kuliah, mengabdi dan aneka fungsi lain yang melekat padanya. Saat ini, fungsi dominan itu sudah mulai mengalami pergeseran. Sepeda relatif semakin banyak yang dipakai sebagai media ber-olah raga. Kondisi itu menuntut berubahnya bentuk. Dan sepeda yang sudah "terlanjur" terbentuk dengan model "usang" mengalami "promosi" menjadi barang antik yang eksklusif dan aji.

Tetapi, itu tidak berlaku sepenuhnya bagi Mbah Seran, tetanggaku.
"Mbah, kok masih pakai sepeda pancal?" tanya saya suatu tempo.
"Lha… piye to Su, wong punya-nya Mbah cuma ini!" jawabnya.
"Masih bagus sepeda-nya Mbah!" kataku memuji.
"Alhamdulillah Su, ini memang gazelle asli!, Disamping bagus, sepeda ini sekarang juga mulyo lho Su!"
"Mulyo dos pundhi Mbah?!"
"Lha gimana, sepeda ini kerjone mung entheng!"
"Ringan?! Ringan gimana Mbah?!"
"Wis ora tau tak tumpak-i, tetapi cuma Mbah pakai teken!"
???

Itulah Mbah Seran, yang perginya selalu dengan sepeda pancal-nya, tidak pernah dinaiki tetapi hanya dipakai sebagai "tongkat" bagi-nya untuk berjalan. Usia tua dan ke-"gengsi"-an beliau menggunakan tongkat ketika jalan, mendorong sepeda-pun berevolusi menjadi…T-O-N-G-K-A-T. Manusiapun demikian, selalu berubah bergeser dibombardir dan akhirnya "berdamai" dengan produk kapitalisme!
***********

Harga saham selalu berfluktuasi. Dalam retang menit bahkan detik, harga saham bisa bergerak naik tajam dan bisa pula turun curam. Fluktuasi ini tidak hanya terkadang membuat kinerja jantung investor overcapacity tetapi juga bisa menelan nilai investasi yang telah dibenamkannya. Krisis keuangan membuat fluktuasi harga saham semakin tidak predictable dan terkadang menanjak tidak terduga dan menurun tidak terkira. Masalahnya adalah mengapa semua itu bisa terjadi?

Confidence VS Expectation
Investor pasar keuangan adalah investor yang beragam. Keberagaman yang dikontibusikan oleh beberapa aspek, yaitu: motivasi investasi, daya beli (purchasing power) terhadap sekuritas, pengalaman, tingkat pengetahuan dan kematangan investasi serta perilaku investasi. Keberagaman ini akan membuat perbedaan tingkat keyakinan (confidence) dan harapan (expectation) atas return dan risk atas invetasi yang dilakukannya. Adanya keberagaman inilah yang sesungguhnya mendorong terjadinya transaksi. Bayangkan jika semua investor memiliki keyakinan dan ekspektasi yang sama. Mungkinkah ada transaksi?

Keyakinan dan harapan inilah yang melahirkan perilaku investasi yang beragam. Dorsey dalam Daniri (2008) mengatakan "human behaviour is the key determinants of the market". Premis ini bukan berarti menihilkan faktor fundamental dan teknikal investasi sama sekali tetapi memberikan penekanan bahwa perilaku investor menentukan "abang irenge" pasar keuangan. Dengan bersepakat atas premis inilah maka disiplin ilmu keuangan tidak bisa secara kaku dan angkuh berdiri sendiri dalam memformulasi rekomendasi investasi tetapi juga harus melibatkan ilmu perilaku manusia yaitu psikologi.

Hipotesis Pasar Efisien?
Adam Smith, Mbah-nya kapitalisme, dalam bukunya The Money Game (Daniri, 2008) mengatakan bahwa perilaku investor itu didorong oleh 2 hal, yaitu fear (ketakutan) dan greed (keserakahan). Perilaku yang didorong dengan kedua hal ini relatif akan mengacaukan bangunan hipotesis pasar efisien yang telah banyak diyakini oleh peneliti ilmu keuangan. Efisiensi pasar secara informasi hanyalah dibentuk oleh tipologi investor yang rasional dalam memandang informasi, baik data historis, data publik ataupun private infrmation. Sedangkan ketakutan dan keserakahan merupakan variabel yang tidak terkontrol oleh ketiga jenis informasi itu. Pada tikungan inilah, lahirnya masalah!

Keyakinan dan harapan yang beragam serta didorong oleh ketakuan dan keserakahan investor melahirkan fenomena pasar keuangan saat ini. Dalam kondisi pasar keuangan sedang bullish (kinerjanya meningkat) maka menanjaklah harga dan kapitalisasi saham sampai menjulang bahkan bubble. Tetapi sebaliknya, ketika pasar keuangan sedang bearish (kinerjanya menurun) maka meluncurlah harga dan kapitalisasi saham mendekati dasar. Meskipun faktor fundamental emiten maupun ekonomi baik. Apakah pada titik ini, ilmu keuangan masih sanggup memberikan penjelasan?

Herding Behaviour, Run with Herd
Paul Krugman, peraih Nobel Ekonomi 2008, mengatakan bahwa perilaku investor global adalah perilaku yang mengikuti isyarat kawanan (run with herd). Perilaku ini dinamainya dengan Herding Behaviour (Daniri, 2008). Dan tampaknya, pola herding behaviour ini tidak bisa dicermati hanya oleh ilmu keuangan semata tetapi ilmu psikologi dapat berperan untuk mengidentifikasi perilaku investasi seperti ini. Terlebih pada pasar keuangan yang masuk dalam kualifikasi emerging market seperti pasar keuangan kita, perilaku investasinya juga sangat dipengaruhi oleh rumor, yang disebut dengan Noise Trading Behaviour (Asri dalam Kompas, 8/12).

Pasar keuangan digerakkan oleh informasi, tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam proses pemaknaan informasi itu ada unsur subjektivitas, emosi dan faktor psikologis lainnya. Terlebih dalam emerging market yang masih banyak dipenuhi oleh investor yang tidak rasional. Untuk itu, ilmu psikologi harus memberikan kontribusi sehingga penelitian keuangan tidak hanya bisa menjawab apa (what) tetapi bisa pula menjelaskan mengapa (why) dan bagaimana (how) secara lebih komprehensif. Maka dengan berlatar seperti itulah saat ini berkembang displin ilmu yang namanya Behavioural Finance.

Apa itu BF atau Behavioural Finance itu?
Perkembangan pasar keuangan dengan kompleksitas yang melatarinya tidak memungkinkan teori investasi/keuangan untuk berdiri angkuh seorang diri dan kaku. Tetapi dipandang perlu untuk mengajak serta disiplin ilmu lain, yaitu psikologi untuk membantu melihat fenomena perilaku investor dalam membuat keputusan investasi.

Sewell (2008) mendefinisikan BF adalah "study of the influence of psichology on the bahaviour of financial practitioners and the subsequent effect on market". Dari definisi BF yang diberikan oleh Sewell ini, terdapat 2 hal yang menarik disikapi. Pertama, perilaku investor merupakan objek amatan. Secara individual, aspek psikologis investor dalam memandang risiko dan imbal hasil (return) tentulah beragam. Toleransi investor terhadap risiko (risk appetite) selalu berbeda. Amatan terhadap aspek psikologis ini secara individual diperlukan untuk menentukan sekuritas yang sesuai dengan keadaan psikologis investor yang dimiliki saat itu. Dan dalam pespektif lain, hasil amatan itu dapat digunakan sebagai bahan prediksi atas kemungkinan transaksi yang mesti dilakukannya. Kedua, perilaku investor itu menentukan pasar. Secara komunal dan bersama-sama, perilaku investor ini akan menentukan harga dan kapitalisasi saham. Sehingga trend pergerakan IHSG dapat diprediksi dengan analisa BF ini. Hal ini akan meminimalisasi potensi loss atau risiko yang ditanggung oleh investor.

Secara historis sebenarnya displin BF ini telah dimulai sejak tahun 1912, saat Selden menulis buku yang berjudul "Psychology of The Stock Market" (Sewell, 2008). Dalam buku itu, Selden mengatakan bahwa "pergerakan harga saham dipengaruhi oleh sikap mental investor". Dimana sikap mental ini lebih kompleks daripada sekedar faktor fundamental (ekonomi, industri dan emiten) maupun faktor teknikal. Hal ini terkait pula dengan risiko penurunan harga saham karena efek sentimen pasar yang lebih banyak diakibatkan oleh pengaruh faktor psikologis investor.

Heuristic dan Framing
Investor rasional secara teori dikatakan mendasarkan keputusan investasinya pada informasi, baik itu informasi historis, publik ataupun private. Masalahnya adalah "pada titik waktu itu" informasi yang beredar di pasar teramat banyak. Penuh! Sehingga investor "dipaksa" memproses informasi itu untuk mendapatkan solusi yang cepat tetapi belum tentu optimal. Itulah Heuristic! ( Frensendy, Bisnis Indonesia, 4/1). Tentunya tidak semua informasi yang beredar di pasar itu dipergunakan dalam analisis. Secara psikologi, manusia hanya mampu memproses 7 (tujuh) macam informasi dalam waktu yang bersamaan. Sehingga masih dimungkinkan hasil eksekusi investasi yang telah dilakukan mengandung representative bias, karena ada kesalahan dalam memilih dan meng-eliminasi informasi.

Jika sekuritas tunggal dalam keranjang portolio kita mengalami kecenderungan penurunan harga yang tajam, maka investor rasional akan melakukan Cut Loss. Yaitu langkah memotong kerugian yang kemungkinan lebih parah jika tidak kita lakukan. secara riil memang masih rugi, tetapi kerugian itu bukan kerugian yang maksimal. Secara psikologis, terdapat investor yang tidak mau melakukan Cut Loss. Bukan disebabkan oleh substansi tetapi masalah teknis penyampaian. Cut Loss tetapi disampaikan dengan ungkapan "switch dana anda ke istrumen lain!". Itu lebih dikehendaki, daripada Cut Loss. Itu hanya sebagian contoh framing. Tetapi dalam konteks lebih luas, framing merupakan cara penyampaian data/informasi pasar kepada investor. Cara penyampaian akan menentukan reaksi investor. Informasi yang biasa tetapi disampaikan dengan cara yang "luar biasa" akan mengimplikasi perilaku investasi yang "luar biasa" pula. Sehingga framing juga sama pentingnya dengan substansi. Heuristic dan Framing, kami minta tolong kepada teman-teman psikologi. Ughhh……..
***************

Ini sebuah kisah nyata perilaku aneh.
Ada seorang pria nekat mencuri boneka seks yang bernama Jane Rimba.
Jane Rimba adalah boneka plastik yang perlu ditiup sebelum "dipergunakan".
Si Pencuri itu, mengambil, meniup agar Jane Rimba mengembang, MEMPERKOSA-nya dan terakhir membuang-nya!.
Kejadian ini terjadi di Cairns, Negara Bagian Queensland, Australia. (Kompas, 8/1).
Kasus ini, sepertinya bukan BF (Behavioural Finance) tapi BF sungguhan! (tentunya jika ada CCTV-nya).
Polisi saat ini lagi berusaha menangkap pelaku-nya.
Mudah-mudahan bukan orang Indonesia. Ha ha ha…. (ma’af)

Tidak ada komentar: