Rabu, Mei 28, 2008

DBT versus ABT


DBT versus ABT

Setelah kenaikan harga BBM tempo hari kelihatan sekali himpitan ekonomi yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat negara ini, himpitan yang semakin menyesakkan. Beberapa waktu yang lalu saya sempat ngobrol-ngobrol dengan beberapa sopir di teras Masjid Sabilillah. Jika sopir dapat dianggap sebagai representasi rakyat kecil (secara ekonomi) maka himpitan dan desakan itu tidak hanya benar adanya tetapi sekaligus "menyiksa".

Bagaimana tidak, kenaikan harga BBM telah mendorong naik-nya barang-barang lain. Meskipun konsumsi mereka terhadap BBM kecil, tetapi mereka dipaksa harus menkomsumsi barang/jasa yang harga-nya mengikuti harga BBM. Di sisi yang lain, pendapatan mereka sebagai sopir relatif tetap. Sehingga tidak ada alternatif lain bagi mereka kecuali berhemat yang tidak hanya sekedarnya tetapi mat-mat mat...

Tetapi pastilah setiap orang akan memiliki bentuk penyikapan yang beragam mengenai kondisi ini. Hal itupun tampak dalam obrolan saya ba'da asyar itu. Ada yang sangat pesimis menyikapi kondisi ini dan ada pula yang masih sanggup untuk optimis. Saya tertarik pada orang-orang yang optimis ini meskipun optimisme mereka berujung pada sebuah kalimat "pengeran mboten nate sare" (tuhan tidak pernah tidur).

Dikotomi antara orang yang pesimis dan optimis ini menurut Adiprasetyo (2008) dikatagorikan dalam Deficit Based Thingking (DBT) dan Asset Based Thingking (ABT)
.
DBT adalah melihat sesuatu dengan kacamata pesimis yang buruk dan jelek, sehingga mekanisme tubuh akan terbawa ke suasana dan situasi itu. Akibatnya hidup akan kelabu, kusam, lesu tanpa semangat dan gairah.

Sebaliknya ABT adalah melihat sesuatu dengan indah, bagus dab baik sehingga seluruh pikiran dan perasaan akan terbawa pada situasi yang cerah, bagus, peluang dan kesempatan yang terbuka, kreatifitas tanpa batas dan semangat untuk menemukan jalan keluar yang lebih baik.
Sehingga pertanyaan-nya kita enak-nya milih DBT atau ABT?

Terserah masing-masing kitalah, kan itu juga HAM, Hidup HAM dan HAM untuk Bertahan Hidup.



Selasa, Mei 20, 2008

alam sekolah lagi ....


Alam Sekolah Lagi ...

Setelah libur selama seminggu lebih, Alam sekarang harus sudah pergi sekolah lagi. Rutinitas harian yang harus berulang lagi, tidak hanya bagi Alam tetapi bagi ayah yang selalu mengantar dan menjemputnya dan pasti juga bagi bapak dan ibu guru-nya.

Pagi tadi, Alam begitu bersemangat untuk menjalani kembali kewajiban-nya sebagai murid kelas 1 sekolah dasar. Mungkin karena sudah bosan menjalani liburan yang memang relatif panjang dan yang pasti bukan karena optimisme yang diinfiltrasi oleh Pak Presiden SBY mencanangkan "Indonesia Bisa" saat peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional.

Saat Alam menjalani ritus liburan-nya Pak dan Ibu Guru-nya memberikan Lembar Kegiatan Ssswa sebanyak 9 jenis yang harus dikumpulkan kembali saat masuk hari ini. Ketika saya ikut nimbrung dengan LKS-LKS Alam, betapa canggih-nya sekarang pelajaran yang harus dicerna oleh anak-anak seusia alam. Untuk pelajaran matematika misal-nya, materi yang diberikan sudah demikian kompleks, tidak hanya penambahan dan penggurangan biasa tetapi sudah relatif rumit. Soal cerita-nya juga sudah demikian rumit dan adapula tentang bilangan loncat dan beberapa lagi materi yang lain. Kadang saya berpikir apakah memang seperti ini yang sudah harus diterima oleh Alam dan kawan-kawan-nya.

Ketika berangkat sekolah, beberapa ruas jalan yang harus dilalui (jalur rutin) ditutup dalam rangka kegiatan Malang Kembali di seputaran Jalan Ijen. Juga berita tentang wafat-nya Pak Ali Sadikin dan Ibu S.K. Trimurti menyertai keberangkatan Alam melalui radio yang memberitakan-nya. Lengkaplah... liburan, lks-lks, masuk kembali, Malang Kembali, Kebangkitan Nasional, Pak Ali dan Bu Trimurti wafat, dan kapan BBM naik???

Berangkatlah Nak... Belajarlah ... Jangan risaukan Indonesiamu ...

Jumat, Mei 09, 2008

dalem yah.... bosen yah....



Dalem Yah .... Bosen Yah ....



St. Ahmad Abdi Raja Semesta Alam anak saya yang saat ini berumur 6 tahun 8 bulan dan tengah bersekolah di SDI Sabilillah selalu memberikan bahan sekaligus suplemen bagi saya untuk selalu bersemangat dalam menjalani segalanya. Setiap hari selalu ada saja yang baru pada ucapan dan tingkah-nya. Ke-baru-an yang banyak berasal dari proses imitasi yang ia lakukan terhadap guru maupun teman-teman-nya. Juga ada yang hasil dari imitasi dari ayah-nya.




Kemarin gaya bertutur-nya agak lain dari biasanya, seringkali ditengah bertutur ia meletakkan telapak tangan di mulut-nya. Saya perhatikan saja, dan saya ingat-ingat teman-teman sekolahnya, kira-kira siapa yang lagi ditiru oleh si Alam ini? Dan saya berani menyimpulkan, ia adalah Aldien. Ya... Alam lagi meng-imitasi Aldien. Beberapa waktu yang lalu, Alam juga telah meng-imitasi gurunya, yaitu Bu Muttmainah dan Pak Syaichu ketika belajar di rumah dengan menulis di whiteboard kecil milik-nya.

Satu perubahan sikap dan tutur lagi yang saat ini lagi hangat-hangat-nya dilakukan oleh Alam adalah selalu mengatakan "dalem" jika dipanggil. Ketika saya memanggil-nya maka ia selalu menjawab "dalem Yah...". Saat ia tidak jelas mendengar dengan jelas apa yang saya ucapkan Alam juga selalu berkata "dalem Yah...". Demikian pula jika ia dipanggil oleh ibuk-nya melalui telpon... "dalem Bu...., ibuk lagi ngapaian???". Apakah "dalem" ini hasil imitasi, saya mengira kok tidak, tetapi hasil infiltrasi adab yang dilakukan oleh guru-nya.

Mulai tadi pagi, saya kok kaget juga ketika alam bisa bernyanyi lagu-nya Cak Dikin Tragedi Tali Kutang .... "dek biyen wis tak tukokke/ wujud tali sak kutange/ saikine lha kok ilang sak slirane/ lungo menyang endi tanpo pamit ra ngabari/ opo lali kowe karo aku iki....". Lho Alam kok bisa?? Ternyata itu hasil dia meng-imitasi ayah-nya yang sering melantunkan lagu Cak Dikin ini. Hasil akhirnya Alam bertanya " Yah... "kutang" itu apa???

Itulah yang bisa dilakukan oleh anak seusia Alam, kemampuan dia untuk melakukan imitasi menuntut kita sebagai orang tua harus berhati-hati dalam bersikap dan bertutur. Jika tidak, maka jangan heran jika anak kita akan bersikap dan bertutur seperti yang kita lakukan. Sehingga keteladanan merupakan hal yang teramat mutlak yang harus selalu diperlihatkan. Inilah masalah yang paling krusial. Tidak gampang untuk menjadi teladan!!

Dalam tataran yang lebih luas (dari hanya persoalan Alam dan Ayah-nya), kita miskin keteladan. Negara kita juga mengalami krisis seperti ini. Sehingga apa lacur, rakyat Indonesia (termasuk saya) juga meng-imitasi kelakukan para pemimpin-nya itu. Memberikan teladan tidak mudah seperti "hanya" memberikan sebuah nasehat. Keteladan menuntut konsistensi. Ngomong sih gambang....

Lha kembali kisah tentang Alam, ketika saya menyajikan sarapan untuk Alam kemarin, saya juga kembali terkejut... "Bosen Yah..." saat ia melihat di meja terhidang mie instant kuah. Lagi ... lagi dan lagi .... pikirnya. "Bosen Yah...". (memang sejak si mbak minggat, menu sarapan agak kacau, melulu mie-mie dan mie). Apakah "Bosen Yah..."juga merupakan hasil imitasi, saya berpikir kok tidak. Kalau begitu apa? Ya karena Alam memang sudah bosen, tiap hari dikasih makan mie instant kuah.

Satu lagi tentang apa yang sering di-ucapkan Alam, "ayah tidak merokok lagi lho, nanti sakit!!!". Kalau itu sih, 100% saya yakin bahwa itu hasil imitasi dari ibu-nya. Ya kan Dik Tiwi???

Rabu, Mei 07, 2008

kebangkitan nasional vs kebangkitan harga BBM


Kebangkitan Nasional VS Kebangkitan Harga BBM

Peringatan 100 tahun kebangkitan nasional sebentar lagi akan kita rayakan. Suasana penyambutan telah terasa juga degup detak-nya. Bahkan jauh hari untuk merayakan kebangkitan nasional ini, Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang (UM) telah mengelar beragam event, ya olahraga... ya seni dengan beragam variasi ekspresi. Di tataran yang lebih me-nasional, telah banyak agenda-agenda penyambutan yang dilakukan. Diskusi, seminar, bedah buku dan semacam-nya telah ramai dilakukan dengan topik yang beragam tetapi tetap dalam derap kebangkitan nasional Indonesia.

Momentum 100 tahun kebangkitan nasional ini sangat sah dan baik untuk dijadikan sebagai tonggak untuk memulai langkah perbaikan yang lebih mantab dan cepat. Bisa pula dijadikan sebagai garis start untuk memulai langkah nyata untuk membangkitkan Indonesia. Kebangkitan yang ditunggu-tunggu oleh segenap rakyat Indonesia. Bukan hanya konsep usang tentang "tinggal landas" tetapi kebangkitan yang berkemakmuran dan berkeadilan. Waduh ... apakah ini tidak hanya sebuah utopia semata dan sebuah fenomena "menungu godot" yang tak kunjung datang???. Kalau ada lagu Porong Ajur suatu saat mesti dibuat lagu Indonesia Ajur. Salah satu lirik lagu tersebut adalah: "ajur-ajur kabeh, Kota Porong ajur kabeh, lumpur-lumpur panas, keno lumpur panas Kota Porong ajur kabeh".

Tepat 20 Mei 2008 adalah saat 100 tahun kebangkitan nasional itu. Kalau pemerintah kita kesulitan mencari waktu kapan BBM akan dinaikkan, menurut saya gunakan saja waktu itu. Sehingga tidak hanya Kebangkitan Nasional saja tetapi Kebangkitan Harga BBM juga. Pas!!! Dan pastilah kebijakan itu akan melahirkan Sambat Nasional di Hari Kebangkitan Nasional. "ajur-ajur kabeh, Indonesia ajur kabeh..........................".

Bagi Lik Sipan (tetangga saya yang tidak mengenal huruf) tidak pernah ada kebangkitan nasional, memang Indonesia pernah bangkit tapi Lik Sipan tidak pernah bangkit. Bagaimana mau bangkit... jika belum sadar atas "pukulan" sebelumnya sudah dipukul lagi dengan "pukulan" yang dahsyat. Dahsyat-nya lagi yang memukul pemerintah-nya sendiri. Maka KO-lah ia cukup pada hitungan ke-1 (dan tidak perlu sampai hitungan ke-10). Saya? Yah... mungkin juga akan KO tetapi hitungan ke-7 lah ......
Bagi Lik Sipan tidak penting merayakan kebangkitan nasional, bagi dia yang lebih membahagiakan adalah adanya "kebangkitan lokal" saat ia berdua dengan istri yang sangat dikasihi-nya. Sempurna!!!

"sel kesel kesel kabeh, lik sipan kesel kabeh..."
(oh ya, jika anda pingin lihat dan dengarkan lagu Porong Ajur bisa lihat di http://www.youtube.com/watch?v=bTUhsw0tPrQ&feature=related)

Selasa, Mei 06, 2008

siapa gak takut... bensin mau naik


Siapa Gak Takut .... Bensin Mau Naik

Sudah hampir dipastikan kita akan "menikmati" kenaikan harga BBM lagi. Sebuah keputusan yang diambil untuk menyelamatkan anggaran negara dan "mengabaikan" derita warga negara. Saat ini memang keadaan ekonomi dunia (juga Indonesia) yang lagi terkena "demam" yang bermula dari krisis yang terjadi di Amerika Serikat yang diakibatkan oleh efek suprime mortgage. Sehingga Lik Sipan (tetangga saya) yang tidak paham baca tulis harus ikut juga menanggung krisis suprime mortgage ini. Waduh ....

Jika kita membaca apa yang disampaikan oleh media, kita bisa membayangkan betapa sulit-nya situasi ini harus diurai oleh pemimpin kita. Presiden SBY jauh hari sudah berjanji untuk tidak menaikkan BBM lagi sebelum 2009, dan hari-hari terakhir ini beliau mengatakan "kenaikan BBM adalah pilihan terakhir" dan puncak-nya kemarin ia mengatakan BBM akan dinaikkan. Sudag tidak ada upaya lagi yang bisa dilakukan selain menaikkan harga BBM. Tinggal kita menunggu seberapa besar kenaikan-nya dan kapan timing kenaikannya.

Ketika kita membaca analis politik Kompas hari ini yang ditulis oleh Eep S Fatah, kita mendapatkan sebuah "ironi satir" yang dikemukakan Eep. Keraguan SBY pada awal-nya untuk menaikkan BBM diduga merupakan sebuah phobia terhadap popularitas politik SBY. Keputusan menaikkan BBM adalah keputusan yang tidak populer bagi rakyat kebanyakan. Sehingga alternatif yang harus diambil adalah "selamatkan diri sendiri" atau "selamatkan ekonomi Indonesia". Dan tampak-nya SBY memilih pilihan terakhir meskipun keputusan ini merupakan virus yang akan menggerogoti ketahanan SBY untuk mempertahankan jabatannya di tahun 2009.

Saat ini, biaya untuk transportasi sudah begitu mendominasi pengeluaran rumah tangga keluarga Indonesia. Nanti apalagi setelah BBM naik, biaya transportasi malah akan meng-okupasi kebutuhan-kebutuhan hidup yang lain. Belum lagi multiplier effect yang akan diakibatkan oleh kenaikan BBM ini. Dalam tataran praktis, yang paling mudah atau fleksibel untuk diutak-atik adalah kebutuhan akan makan. Akan terjadi penurunan "kualitas" lauk pauk yang terhidang di meja makan. Biasanya rawon daging sekarang menjadi rawon "manisah", ikan bandeng jadi mendhol dan lain sebagainya.

Jadi siapa yang gak takut bensin naik??? Terbayang si Alam akan bertanya "mana daging-nya?, kok mendhol lagi, manisah lagi". Pecas Ndahe!!!

Senin, Mei 05, 2008

labor ipse voluptas


Labor Ipse Voluptas
: bekerja itu menyenangkan


Bulan Mei selalu diawali dengan Hari Buruh. Orang sering menyebutnya dengan May Day. Hari yang selalu diikuti dengan kegiatan demontrasi yang dilakukan oleh para buruh. Mereka menyuarakan tuntutan-nya yang masih tetap berputar dalam kisaran perbaikan pengupahan dan iklim kerja. Buruh-buruh mengarak aspirasi-nya ke ruang-ruang publik. Tetapi ... hampir semua aksi yang dilakukan oleh buruh tidak sampai menimbulkan kekacauan seperti yang dicemaskan oleh banyak orang.

Aksi buruh yang sebagian besar simpatik ini, dicuri perhatian-nya oleh pelaksanaan muktamar luar biasa PKB (-nya Gus Dur dan -nya Cak Imin). Media massa menfokuskan perhatian mereka kepada 2 agenda MLB yang tampak tidak simpatik ini. Aksi buruh yang simpatik malah hilang dari prioritas pemberitaan. Sehingga harap maklum jika buruh menjadi iri hati dengan PKB. PKB ini lho, kok ya melakukan unjuk gegeran kok ya pas Hari Buruh.... Buruh sekali lagi menjadi tidak menarik.

Betapa krusial-nya posisi buruh dalam sebuah sistem ekonomi. Mereka yang menggerakkan roda ekonomi. Seandainya mereka sepakat untuk mogok kerja sehari saja, alangkah puyeng-nya tuan-tuan pengusaha itu. Sebalik-nya juga alangkah betapa puyeng-nya tuan-tuan buruh ini di PHK oleh tuan pengusaha. Jadi semua dalam posisi yang memiliki keterkaitan ke-puyeng-an meskipun dengan derajad dan intensitas yang berbeda.

Buruh merupakan sebuah penamaan yang relatif tidak terdengar bagus ketika kita mendengarkan. Meskipun kata buruh memiliki makna yang berlaku universal. Sebuah penamaan khas proletar-borjuis. Sehingga kami selalu menyebut "si mbak" untuk seorang yang menolong saya dengan membantu membersihkan rumah, memasak, mencuci dan tetek bengek lain-nya. Ia menjadi krusial dalam rumah saya terlebih ketika "si istri, ibuk-nya alam" tidak ada di rumah.

Pas.... hari buruh kemarin, "si mbak" ini minggat, pergi tanpa pamit. Tanpa pesan apapun yang ia tinggalkan. Kejadian ini membawa konsekuensi semua pekerjaan yang beberapa waktu lalu dilakukan oleh "si mbak" harus saya lakukan sendiri. Akhir-nya sebuah ke-puyeng-an lahir dalam diri saya. Waduh..... capek juga mengantikan peran "si mbak" ini. Sehingga ketika saya membaca artikel tentang buruh dan ada kalimat "Labor Ipse Voluptas" yang memiliki makna "bekerja itu menyenangkan" saya menjadi tersinggung, "apa-nya yang enak dari mencuci, nyapu, ngepel dan korah-korah???".

....... sehingga lahirlah lagi dalam diri saya sebuah kesadaran untuk menjadi lebih menghargai, menghormati dan senantiasi memaklumi hasil kerja "si mbak si mbak" ini.......
emang-nya enak korah-korah.......... rasain!!!