Ustazd Rozikin: Gelap dan Resah Hati
Jum’at yang lalu, tampillah seorang ustadz muda (sekitar 25 tahunan) yang bernama Rozikin dalam khutbah di masjid Desa Karangwidoro. Penampilannya tampak lebih belia dari umurnya, pembawaannya kalem, tenang, suaranya mantab dan begitu mengesankan. Beliau bicara tidak lebih dari 30 menit. Dan khutbah itu membuat saya memikirkan ulang atas substansi yang beliau utarakan.
Diiringi dengan gerimis, disebuah masjid yang berhimpitan dengan Universitas Machung, ustadz Rozikin berbicara tentang 3 hal yang menyebabkan hati gelap. Sungguh sebuah pesan, yang bermakna bagi saya (karena menjadi tertuduh dalam pesan itu). Merasa menjadi tertuduh dalam sebuah pesan, tentulah baik daripada dituduh tetapi tidak pernah merasa tertuduh.
Menurut beliau, Tuhan akan selalu menghukum kita dengan memberi kita hati yang resah dan gelap ketika kita melakukan 3 perbuatan. Hati yang resah adalah hati yang merasa tidak tentram, tidak damai dan ada kekhawatiran yang kadang tiada bersebab. Pernahkah saya merasakan yang seperti itu, jawabnya iya dan bahkan sering kali. Mengapa kita dihukum seperti itu oleh Tuhan kita?
Pertama, kita dihukum dengan hati yang resah karena kita terlalu banyak bicara. Apakah tidak boleh bicara? Boleh, tetapi dengan batasan secara substansi itu memang perlu kita bicarakan, wajar cara menyampaikan dan benar apa yang kita sampaikan. Jika kita banyak bicara dengan substansi yang seringkali tidak perlu, tidak wajar cara menyampaikan (takabur) dan tidak benar apa yang kita sampaikan (mengandung fitnah, gosip, adu domba) maka kita akan dihadiahi hati yang resah oleh Tuhan. Waduh… ustazd Rozikin ini menuduh saya nih. Benar-benar saya menjadi pesakitan dalam hal ini, saya selalu banyak bicara, tidak bersedia dan iklas untuk gantian ngomong, bicara agar tampak cerdik pandai apalagi dihadapan mahasiswa dan teman dusun saya yang sekarang jadi buruh tani (waduh… betapa sombongnya!) dan seringkali pula, apa yang saya bicarakan tidak benar (mengada-ada dan bohong). Waduh… ampun!
Kedua, kita akan dihadiahi keresahan hati oleh Tuhan karena kita terlalu banyak memikirkan dunia. Apakah tidak boleh memikirkan dunia? Boleh, kata ustadz Rozikin. Tetapi jika hidup kita terforsir hanya untuk pencapaian dunia, itulah yang tidak boleh. Harus ada keseimbangan. Manusia yang selalu terobsesi dunia (materialism), manusia itu akan selalu resah hatinya. Ia selalu takut dan khawatir atas harta yang telah dipunyai dan harta yang masih ingin dipunyainya. Jika hal ini terjadi, maka akan berimplikasi pada sikap tidak jujur, tidak amanah, munafik, korup/maling, mbandit, menjilat, kikir, pamrih, dusta dan sikap-sikap negatif lainnya. Waduh… dimana posisi saya? Kalau yang pertama tadi saya tertuduh, untuk yang kedua ini ustadz Rozikin tidak hanya menuduh tetapi langsung “menangkap dan memborgol saya”. Ampun….!.
Ketiga, kita akan mendapatkan keresahan hati karena kita melakukan perbuatan maksiat. Tentulah banyak jenis dan ragam dari perbuatan maksiat ini. Dari maksiat yang berdaya ledak rendah (low explosive) maupun yang berdaya ledak tinggi (high explosive). Kedua-duanya, jika kita melakukannya maka kita akan dikasih hati yang tidak pernah tentram. Jika mau jujur terhadap dirinya sendiri, pernahkah hatinya tentram bagi orang yang telah mencuri uang negara? Tidak, ia akan terus dihinggapi rasa takut atas perbuatannya itu. Sungguh mahal harga sebuah maksiat. Saya? “E e e, low explosive-lah”. Lengkaplah sudah ke- ndableg-an saya.
Tetapi bagi saya, rasa tertuduh, tertangkap dan terborgol merupakan awal baik untuk memulai lebih baik (bagi saya dan mungkin bagi kita). Daripada kita memiliki hati yang gelap dan tidak pernah mau menerima kebenaran. Semoga dan Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar